Asssalamu Alaikum Para Geografer

Kami menyiapkan berbagai tulisan tentang GEOGRAFI, yang mudah-mudahan dapat dijadikan
referensi oleh para Geografer

Kamis, 01 April 2010

EVALUSASI KELAYAKAN LAHAN UNTUK TANAMAN RUMPUT LAUT PADA TAMBAK

Oleh ; Darmawangsa,S.Si
(penelitian skripsi strata 1 geografi fisik UNM)


A. Rumput Laut
Rumput laut (Sea weeds) yang dalam ilmu pengetahuan dikenal sebagai Alga sangat populer dalam dunia perdagangan. Pertama kali dikenal oleh bangsa Cina kira-kira tahun 2700 SM. Pada saat itu rumput laut banyak digunakan untuk sayuran dan obat-obatan. Pada tahun 65 SM, bangsa Romawi memanfaatkannya sebagai bahan baku kosmetik. Namun dengan perkembangan waktu, pengetahuan tentang rumput laut semakin berkembang, kapan pemanfaatan rumput laut di Indonesia tidak diketahui. Hanya pada waktu bangsa Portugis datang ke Indonesia sekitar tahun 1292, rumput laut telah dimanfaatkan sebagai sayuran. Baru pada masa sebelum perang dunia ke-2, tercatat bahwa Indonesia telah mengekspor rumput laut ke Amerika Serikat, Denmark, dan Inggris. (Anonim,2005)
Rumput laut terdiri dari 4 kelas yaitu Rhado phyyceae (ganggan merah), Phaeophyceae (ganggan coklat), Chlorophyceae (ganggang biru) yang banyak dimanfaatkan dari jenis ganggang merah. Sementara yang telah dikeringkan dapat diambil ekstraknya berupa algirat atau carrageenan. Ekstraksi ini dalam industri makanan sering digunakan sebagai pengental, pengatur keseimbangan, penggemulai dan pembentukan lapisan tipis yang tahan terhadap minyak. Pada industri makanan rumput laut dapat digunakan dalam pembuatan es krim, saos, permen, roti, kue, susu, es, mentega, serbet, pengalengan daging, selai, sirup dan puding. Untuk industri farmasi dapat digunakan sebagai salep, tablet, kapsul, plester dan filter. Sedang pada kosmetik untuk krim, sampo, lotion, dan cat rambut. Kegunaan lain pada industri tekstil, keramik, kertas, pengawet kayu, insektisida, pestisida dan fotografi.(Anggadireja,2006)
Jenis rumput laut yang mempunya nilai ekonomis penting yaitu Eucheoma, Gracilaria, Eilidium, Gelidella, Hypre, Turbinaria, Iriclaea dan Sargassum, Namun di Indonesia rumput laut yang sering dibudidayakan baik di laut maupun di tambak jenis Euchema, Cracilaria, Crilidium dan Hyprea. BPPT (Balai Pengembangan dan Pengkajian Teknologi) sudah mulai mengembangkan usaha budi daya rumput laut di tambak, tidak hanya untuk jenis Euchema tetapi juga jenis Gracilaria sp. Tentunya pengembangan inovasi ini akan menjadi potensi pengembangan budi daya rumput laut akan semakin berkembang. Karena sekarang banyak lahan tambak yang dibiarkan kosong, sehingga diharapkan rumput laut juga dapat dikembangkan di tambak secara nasional.
Rumput laut memerlukan sinar matahari untuk dapat melangsungkan fotosintesis. Banyaknya sinar matahari yang masuk dalam air berhubungan erat dengan kecerahan air. Pengukuran kedalaman secara umum rumput laut yang baik adalah waktu air surut. Pada waktu surut, kedalaman rumput laut berada 30 50 cm dari permukaan air. Selain itu pertumbuhan rumput laut juga dipengaruhi oleh salinitas dan temperatur. Jika ditinjau dari salinitasnya maka rumput laut dapat diklasifikasikan menjadi 2 yaitu, rumput laut yang sterohalin, hidup dan tumbuh pada perairan dengan kisaran salinitas yang sempit, serta rumput laut yang euryhalin, hidup dan tumbuh pada perairan dengan kisaran salinitas yang lebar. Sementara temperatur yang baik untuk pertumbuhan rumput laut antara 20 – 30 0C. Sementara untuk budi daya rumput laut di tambak ada beberapa faktor yang harus diperhatikan antara lain dasar tambak lumpur berpasir. Kalau dasar tambak yang berlumpur akan sering menyebabkan tanaman terbenam dan mati. Keadaan perairan pada waktu surut masih digenangi air setinggi 30 – 50 cm, pH air berkisar 7,3 – 8,7 suhu yang baik 20 – 80 0C kisaran salinitas agak longgar berkisar pada 15 – 37 ppm, oksigen terlarut 3 – 8 ppm.(Anonim,2005)
B. Parameter Fisika dan Kimia Perairan
Rumput laut hanya dapat tumbuh pada daerah-daerah tertentu saja. Hal ini dikarenakan tidak semua perairan yang ada pada suatu daerah memiliki karakteristik yang sama, oleh karenanya salah satu faktor yang perlu diperhatikan dalam pengamatan budi daya rumput laut adalah parameter fisika kimia perairan. Parameter tersebut adalah:
1. Parameter fisika
a) Suhu
Suhu di laut adalah salah satu faktor yang amat penting bagi kehidupan organisme di lautan, karena suhu mempengaruhi baik aktivitas metabolisme maupun perkembangan biakkan dan organisme-organisme tersebut (Hutabarat dan Evans, 1984) suhu merupakan parameter laut yang sering diukur, karena kegunaannya dalam mempelajari proses-proses fisika kimia dan biologi laut.
Suhu laut berubah-ubah terhadap ruang, dan waktu, suhu perairan tropis pada umumnya lebih tinggi dari suhu perairan subtropis atau perairan kutub, demikian pula suhu pada musim panas lebih tinggi dari pada musim dingin, terutama perairan subtropis. Suhu pada permukaan air laut selalu berubah-ubah di seluruh dunia. Temperatur di bawah permukaan berubah-ubah berdasarkan tingkat keadaan, sirkulasi udara, aliran angin. Lokasi geografis dan jarak dari sumber panas bumi seperti gunung api. Secara umum temperatur air laut mulai dari suhu di bawah – 50C hingga lebih 330C (Rosmini, 2006).
Perbedaan suhu pada sebuah perairan akan berpengaruh terhadap kerapatan air laut. Air laut yang hangat kerapatannya lebih rendah daripada air laut yang dingin pada salinitas yang sama. Tetapi variasi suhu yang ditemukan di seluruh samudera lebih besar dari pada variasi salinitas oleh karena itu, suhu lebih penting dalam mempengaruhi kerapatan. Suhu perairan dipengaruhi oleh kondisi meteorologi seperti curah hujan, penguapan, kelembaban udara, suhu udara, kecepatan angin, dan intensitas radiasi matahari, oleh sebab itu suhu di permukaan biasanya mengikuti pola musim (Nontji, 1987).
Suhu perairan dapat mempengaruhi kehidupan hewan dan tumbuhan yang ada di perairan tersebut. Menurut Mansur (1982), Djamal (1985), dan Azis (1992), suhu yang menunjang kehidupan beberapa jenis rumput laut diperairan tropis umumnya seperti di wilayah laut Indonesia adalah berkisar antara 20 – 300C. Sehingga berdasarkan kisaran suhu tersebut, maka ada beberapa jenis lokasi kurang baik untuk membudidayakan rumput laut.
b) Kecerahan
Radiasi matahari juga penting dalam melengkapi cahaya yang dibutuhkan oleh tanaman hijau-hijauan untuk dipakai dalam proses fotosintesa. Tumbuhan-tumbuhan ini tak dapat hidup terus tanpa adanya cahaya matahari yang cukup. Akibatnya penyebaran mereka di lautan di batasi pada daerah kedalaman di mana cahaya matahari masih dapat dijumpai.
Tingkat kecerahan didefinisikan sebagai angka yang menunjukkan jarak penetralisasi cahaya matahari ke dalam kolam air laut, yang masih bisa dilihat oleh mata kita jika kita berada di atas permukaan air laut. Kecerahan juga digerakkan sebagai parameter dalam mengetahui kondisi atau kualitas suatu perairan, jika tingkat kecerahannya tinggi maka dikatakan bahwa perairan tersebut tidak banyak mengandung bahan-bahan organik ataupun anorganik.
Selain dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari, kecerahan juga dipengaruhi oleh:
a. Faktor kelarutan bahan-bahan organik, misalnya terjadi blooming alga sehingga permukaan menjadi keruh dan kotor.
b. Faktor suspensi yaitu bahan-bahan yang melayang di dalam air baik berupa debu ataupun partikel-partikel sedimen.
Kecerahan sangat menunjang bagi kehidupan rumput laut, karena dengan sinar matahari yang penuh menembus perairan maka proses fotosintesis rumput laut dapat berjalan lancar cahaya matahari dapat menembus lautan hingga kedalaman kira-kira sekitar 100 hingga 200 m. Daerah yang terdapat di antara lapisan permukaan hingga jarak 80 km hingga 200 m biasa disebut daerah euphotick, yaitu daerah dengan tingkat kecerahan yang masih bagus, sedangkan di bawah 200 m merupakan wilayah apotic, yaitu wilayah gelapan abadi (Rosmini, 2006).
Sementara menurut Sulitijo dan Atmajaya (1996), kecerahan untuk budi daya rumput laut yang baik adalah 0,6 m – 5 m atau lebih. Kedalaman suatu areal budi daya rumput laut tidaklah terlalu penting, asalkan deretan cahaya mampu menembus sampai dasar perairan.
c) Kekeruhan
Menurut Wardoyo (1974) dalam Lantang (1999), bahwa yang dimaksud dengan kekeruhan adalah ukuran biasan cahaya dalam air yang disebabkan oleh adanya partikel koloid dan suspensi dari suatu polutan, antara lain anorganik limbah, buangan industri, sampah dan sebagainya yang terkandung dalam perairan.
Secara umum penyebab utama dari kekeruhan adalah adanya partikel-partikel kecil dan koloid berukuran 10 m – 10 m, seperti kwats, tanah liat, sisa tanaman dan sebagainya. Pada daerah estuaria merupakan daerah penampung suspensi yang cukup banyak, hal ini menyebabkan setidak-tidaknya pada waktu tertentu dalam setahun air menjadi sangat keruh. Kekeruhan tertinggi terjadi pada saat aliran sungai maksimum.
Pengaruh ekologi utama dari kekeruhan adalah penurunan penetrasi cahaya secara mencolok, selanjutnya, akan menurunkan fotosintesis Pitoplankton dan tumbuhan bentuk yang mengakibatkan turunnya produktivitasnya.
Menurut Asrianto dan Liviawaty, 1989, kekeruhan yang cocok untuk budi daya rumput laut adalah 0 gr/ltr, hal ini sangat baik bagi tanaman untuk menunjang fotosintesis dan menyerap nutrien tanpa ada sedimen-sedimen yang ikut di dalamnya karena dapat berpengaruh buruk bagi pertumbuhan dan mutu tanaman, sementara menurut Boyd (1979), bahwa kondisi kekeruhan yang optimal bagi rumput laut adalah kurang dari 40 NTU
2. Parameter kimia
a) Salinitas
Salinitas merupakan salah satu faktor lingkungan yang sangat berpengaruh pada biografi rumput laut. Salinitas adalah sejumlah garam yang terdapat di lautan dan secara umum diartikan sebagai jumlah tiap gram larutan garam dalam air laut. Atau biasa juga disebut jumlah total dalam gram bahan-bahan terlarut dalam 1 kg air laut jika semua karbonat di ubah menjadi oksida, dan semua bromida dan iodida di ubah menjadi clorida dan semua bahan-bahan organik di ubah menjadi oksida (Anonim, 2006).
Menurut Nontji (1997), bahwa sebaran salinitas di pengaruhi oleh berbagai faktor seperti pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan dan aliran sungai. Parameter ini perlu diamati karena mempengaruhi keseimbangan osmoregulasi tubuh kultivian yang berkaitan dengan proses energetik yang selanjutnya mempengaruhi pertumbuhan. Konsentrasi rata-rata garam terlarut di lautan (s) adalah 3,5 % terhadap berat atau dengan bagian perseribu menjadi 35 %. Dalam air permukaan lautan, kisaran salinitas adalah 33 – 37 %, tetapi bila paparan laut dan kondisi lokal kisaran melebar menjadi 28 – 40 % atau lebih. Air payau memiliki salinitas kurang dari 25 % sementara hiperjalin lebih dari 40 % pada daerah sub tropik, habitat rumput laut pada tekanan osmotik yang konstan memiliki kadar salinitas sekitar 30 ppm – 35 ppm (Luning, 1990).
b) pH
Nilai pH menyatakan nilai konsentrasi ion hidrogen dalam suatu larutan, di definisikan sebagai logaritma dari resiprokal aktivitas ion hidrogen dan secara matematis dinyatakan sebagai pH : 10 g /1H+. H+ adalah banyaknya ion hidrogen dalam mol/per liter larutan. Air memiliki derajat keasaman (pH) 7, air bersih memiliki pH berkisar 6,5 sampai 9,0. air minum memiliki pH 7,06 dan pH air laut berkisar 9,0 – 10. zat-zat pencernaan yang bersifat asam menyebabkan pH air kecil dari pada 6,5 air hujan yang tercemar gas SO3 dan gas NO2 memiliki pH lebih kecil atau sama dengan S. Zat yang bersifat alkalis seperti soda api ((Na)H) menyebabkan pH air lebih besar dari pada 9,0 (Bambang Triadmojo, 1999). Setiap organisme yang hidup di dalam air mempunyai toleransi tertentu terhadap derajat keasamaan (pH) untuk tanaman jenis Gracilaria hidup pada kisaran pH 6,8 sampai 8,2.
C. Evaluasi Kelayakan Lahan Tambak Untuk Budi Daya Gracilaria sp
Evaluasi kelayakan lahan menitikberatkan pada tingkat kecocokan sebidang lahan untuk satu penggunaan tertentu. Klasifikasi kesesuaian lahan merupakan proses penilaian dan pengelompokan lahan dalam arti kesesuaian relatif lahan atau kesesuaian absolut lahan bagi suatu penggunaan tertentu. Kesesuaian lahan juga merupakan upaya pengelompokan lahan dengan sistematis ke dalam satuan-satuan tertentu menurut sifat-sifat yang merupakan potensi dan penghambat dalam penggunaan secara berkelanjutan. (Sulaiman,2005)
Untuk menentukan kelayakan lahan rumput laut, digunakan kriteria berbagai acuan dalam penentuan potensi lahan yang akan digunakan.
Kriteria acuan tersebut meliputi:
Lokasi tambak yang baik yaitu tambak yang masih dipengaruhi oleh pasang surut air laut dengan maksud untuk memudahkan pergantian air di dalam tambak. Saluran keluar masuk air laut cukup lancar dan tergantung kepada kondisi geografinya, pada umumnya berjarak antara 300 – 1000 m dari pantai.
Dasar berupa pasir bercampur sedikit lumpur
Tambak yang ideal mempunyai saluran pemasukan dan pengeluaran air yang berbeda.
Pergantian air tambak mudah dilakukan
Salinitas air tambak berkisar 15 – 30 ppm
Suhu berkisar 20 oC – 28oC
pH air berkisar 6 – 9
kedalaman air tambak dapat diatur minimal 0,5 – 1 m.
Kondisi air tidak terlalu keruh sehingga cahaya matahari dapat cukup menembus kedalaman dasar air.
Dekat dengan sumber air tawar
Akses menuju lokasi mudah
Setelah diadakan penelitian dengan menggunakan data acuan di atas, maka suatu lahan tambak untuk budi daya Gracilaria sp dapat diklasifikasikan menjadi sesuai dan tidak sesuai, dengan cara seperti berikut ini
Tabel 1. Kriteria kelayakan lahan budidaya rumput laut gracilaria sp
No Kriteria Tingkat Kelayakan Lahan
Sesuai (S1) Cukup Sesuai (S2) Tidak Sesuai (S3)
1. Suhu (0C) 28-30 26-27 atau 30-33 <26 atau > 33
2. Kekeruhan (NTU) <10 10-40 >40
3. Kecerahan (m) >0,60 0,30-0,59 <0,30
4. Salinitas (0/00) 28-32 15-27 atau 33-38 <15 atau >38
5. pH 7,3-8,2 8,3-9 <7 atau >9
Sumber : Utoyo at all, 2000
Untuk menentukan kelayakan lahan suatu perairan untuk budidaya, dilakukan pembobotan untuk setiap parameter yang terukur. Nilai skor diperoleh merupakan hasil kelayakan lokasi tersebut. Sistem penilaian untuk budidaya rumput laut seperti pada tabel berikut ;
Tabel 2. system penilaian kelayakan untuk lokasi budidaya rumput laut.
No Parameter Batasan nilai Bobot Nilai skor

1.
Suhu (0C)
Sesuai (S1) = 3
Cukup sesuai (S2) = 2
Tidak sesuai (N) = 1 0,1
0,3
0,2
0,1
2.
Kekeruhan (NTU)
Sesuai (S1) = 3
Cukup sesuai (S2) = 2
Tidak sesuai (N) = 1 0,1
0,3
0,2
0,1
3.
Kecerahan (m)
Sesuai (S1) = 3
Cukup sesuai (S2) = 2
Tidak sesuai (N) = 1 0,1
0,3
0,2
0,1
4.
Salinitas (0/00)
Sesuai (S1) = 3
Cukup sesuai (S2) = 2
Tidak sesuai (N) = 1 0,09
0,27
0,18
0,09
5.
pH
Sesuai (S1) = 3
Cukup sesuai (S2) = 2
Tidak sesuai (N) = 1 0,1
0,3
0,2
0,1
Sumber : Utoyo at all, 2000
Nilai skor diperoleh menggunakan persamaan utoyo at all 2000 sebagai berikut ;
Nilai skor = Batas nilai X Bobot
Untuk menentukan apakah lokasi tersebut sesuai, cukup sesuai atau tidak sesuai untuk areal budidaya rumput laut jenis gracilaria sp dilakukan penilaian berdasarkan nilai skor yang diperoleh sebagai berikut :
Tabel 3. Sistem penilaian hasil evaluasi
No Kisaran nilai (skor 0/0) Penilaian hasil evaluasi
1. 85 - 100 Sesuai (S1), areal tidak mempunyai pembatas yang berarti.
2. 60 – 84 Cukup sesuai (S2), areal mempunyai pembatas yang cukup berarti.
3. <60 Tidak sesuai (N), areal mempunyai pembatas yang berat.

Penilain hasil evaluasi diperoleh melalui cara yang dikemukakan oleh utoyo,at all 2000, sebagai berikut :
Nilai skor hasil evaluasi =

2 komentar:

  1. Top 10 casinos near Washington State (WA) with casinos with slots
    Here are our top 구미 출장안마 10 casino near Washington State (WA) 오산 출장마사지 with slots 남양주 출장샵 and other 고양 출장안마 amenities near Washington State (WA) 광양 출장샵

    BalasHapus